Askep ISPA
A. DEFINISI
Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran
pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan
terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada
pada saat melakukan pernafasan (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami
jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).
B. ETIOLOGI
Infeksi saluran
pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup
tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu
terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus,
ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap
penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and
Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi
adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni
golongan A b-hemolityc streptococus, staphylococus,
haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau
neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia
dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh
didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit
maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan
nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya
infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara
langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan
musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).
C. MANIFESTASI KLINIS
Penyakit ini
biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi
menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
451).
Tanda dan gejala yang muncul :
1.
Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi
gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3
tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu
tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.
Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya
adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya
tanda kernig dan brudzinski.
3.
Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi
yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bahkan tidak mau minum.
4.
Vomiting, biasanya muncul dalam periode
sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.
Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.
Abdominal pain, nyeri
pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7.
Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan
lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.
Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi
saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9.
Suara nafas, biasa terdapat wheezing,
stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
penunjang yang lazim dilakukan adalah :
-
Pemeriksaan kultur/ biakan
kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis
kuman,
-
Pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan
pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor
dan Hans; 1997; 224).
Diagnosis dari
penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai
mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada
hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat
membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau
streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis
polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian
Roberts; 1990; 453).
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi
dan adanya kongesti hidung, pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan
lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut.
Terapi pilihan adalah dekongestan
dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lubang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik.
Antibiotik tidak dianjurkan kecuali
ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga
drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus
Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
F. KOMPLIKASI
1.
Gangguan pertumbuhan dan
perkembangan
2.
Bronkhitis
3.
Kematian
G. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Fokus utama pada
pengkajian pernafasan ini adalah pola,
kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
-
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
-
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau
terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan
pergerakan abdomen.
-
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau
tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
-
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
Observasi
lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis,
nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).