A. PENGERTIAN
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP)
yang dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure,
fit, attact, spell) yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan sebagai
modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
sekolompok besar sel-sel otak, bersifat singkron dan berirama. Bangkitnya
epilepsi terjadi apabila proses eksitasi didalam otak lebih dominan dari pada
proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi,
pergeseran konsentrasi ion ekstraselular, voltage-gated
ion-channel opening, dan menguatkan sinkroni neuron sangat penting artinya
dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas
neuron diatur oleh konsentrasi ion didalam ruang ekstraselular dan
intraselular, dan oleh gerakan keluar masuk ion-ion menerobos membran neuron (Harsono,
2007).
Setiap
orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat epilepsi. Pengguna narkotik
dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi. Pengguna narkotik mungkin
mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik, tapi selanjutnya
mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari narkotik (Hicks, 2006).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan tanda-tanda
timbulnya gejala-gejala serangan yang berulang-uang yang disebabkan karena
adanya lepas muatan listrik yang abnormal dalam sel-sel otak. serangan ini
bersifat reversible. serangan epilepsi dapat timbul dengan tiba-tiba dan
menghilang juga dengan tiba-tiba. Serangan epilepsi dapat berupa menurunnya
kesadaran dan kontraksi otot-otot skeletal sejenak.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Epilepsi sering dihubungkan
dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang
berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi,
stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi
penyandangnya). Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak (WHO,
2001).
B. ETIOLOGI
Faktor etiologi berpengaruh
terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama, ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE),
epilepsi simtomatik akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh
kerusakan otak pada saat peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada
dua jenis epilepsi menonjol, ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua
tersebut terdapat banyak etiologi dan sindrom yang berbeda, masing-masing
dengan prognosis yang baik dan yang buruk (Harsono, 2007).
Secara umum peneyebab epilepsi
adalah:
1.
Idiopatik
2.
Kerusakan otak, keracunan
obat, metabolik, bakteri
3.
Trauma lahir
4.
Trauma kepala
5.
Tumor otak
6.
Stroke
7.
Cerebral edema
8.
Hypoxia
9.
Keracunan
10.
Gangguan metabolic
11.
Infeksi.
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala
epilepsy secara umum adalah:
1.
Bangkitan umum :
a)
Tonik : kontraksi otot,
tungkai dan siku fleksi, leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi (aura) 20 – 60 detik.
b)
Klonik : spasmus flexi
berseling relaksasi, hypertensi, 40
detik, midriasis, takikardi, hyperhidrosis, hypersalivasi.
c)
Pasca Serangan : aktivitas
otot terhenti klien sadar kembali lesu, nyeri otot dan sakit kepala klien
tertidur 1-2 jam.
2.
Jenis parsial :
a)
Sederhana : tidak terdapat
gangguan kesadaran.
b)
Komplex : gangguan
kesadaran.
Ad :
1. Grand mal (Tonik
Klonik) :
- Ditandai dengan
aura : sensasi pendengaran atau penglihatan.
- Hilang kesadaran.
- Epileptik cry sikap
fleksi / ekstensi.
- Tonus otot
meningkat
- Sentakan, kejang
klonik.
- Lidah dapat
tergigit, hypertensi, tachicardi, berkeringat, dilatasi pupil dan
hypersalivasi.
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam
- Setelah serangan pasien tertidur 1-2 jam
- Pasien lupa,
mengantuk dan bingung.
2. Petit mal :
- Hilang kesadaran
sebentar.
- Klien tampak
melongo.
- Apa yang
dikerjakannya terhenti.
- Klien terhuyung
tapi tidak sampai jatuh.
3. Infantile Spasm :
- Terjadi usia 3
bulan – 2 tahun.
- Kejang fleksor pada
ektremitas dan kepala.
- Kejang hanya
beberapa fetik berulang.
- Sebagian besar
klien mengalami retardasi mental.
4. Focal motor :
Lesi pada lobus
frontal.
5. Focal Sensorik :
Lesi pada lobus
parietal.
6. Focal Psikomotor :
Disfungsi lobus
temporal.
Sementara kejang
berlangsung, kelopak matanya berkedip-kedip secara cepat, lengan atau kakinya
berkedutan, tersentak-sentak atau bergerak tanpa tujuan.
D. FAKTOR PREDISPOSISI DAN
PRESIPITASI
Faktor predisposisi penyakit epilepsi.
Setiap orang punya resiko satu di dalam 50 untuk mendapat
epilepsi. Pengguna narkotik dan peminum alkohol punya resiko lebih tinggi.
Pengguna narkotik mungkin mendapat seizure pertama karena menggunakan narkotik,
tapi selanjutnya mungkin akan terus mendapat seizure walaupun sudah lepas dari
narkotik (Hicks, 2006).
Berbagai hal
dapat menimbulkan atau dapat menginduksi tercetusnya epilepsi, antara lain :
1. Bayi dengan berat badan lahir rendah.
2. Bayi lahir yang mengalami kelainan struktur otak :
atropi otak, dan agenesia corpus colossum.
3.
Trauma kepala pada waktu
proses persalinan.
4. Bayi yang mengalami serangan kejang setelah 30 hari
pasca kelahiran.
5. Gangguan metabolik : hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia, dll.
6.
Adanya infeksi di otak :
meningintis dan ensepalitis.
7.
Faktor herediter.
Presipitasi timbulnya serangan epilepsi.
Yaitu hal-hal atau keadaan yang mempermudah
timbulnya serangan epilepsi :
1.
Rangsang sensoris : cahaya
yang berkedip-kedip, bunyi yang mengejutkan, dll.
2.
Faktor sistemik : yaitu
faktor yang mempengaruhi kondisi badan secara umum. demam yang tinggi,
kelelahan fisik, hipoglikemia, dll.
Faktor mental.
Epilepsi ini dapat timbul oleh karena gangguan emosi ataupun stress psikis yang
lain.
E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan pada penderita epilepsi bertujuan untuk
mencegah timbulnya serangan tanpa mengganggu kapasitas fisik dan kecerdasan
pasien. Pada penderita epilepsi
harus diberikan pengobatan secara klinis maupun psikososial.
1.
Pengobatan klinis
Pengobatan ini berupa pengobatam epilepsi itu sendiri
maupun pengobatan terhadap faktor penyebabnya. Beberapa prinsip dasar
pengobatan yang harus dipertimbangkan
a)
Pengobatan diberikan
setelah diagnosa epilepsi ditegakkan.
b)
Bila serangan itu sangat
jarang dan faktor pencetusnya bisa dihilangkan maka pemberian obat anti
epilepsi perlu dipertimbangkan.
c)
Penggunaan obat anti
epilepsi sebaiknya monoterapi. Dengan demikian dapat mengurangi efek toksik
dari obat itu.
d)
Obat yang diberikan
disesuaikan dengan jenis serangan dan disesuaikan dengan individual.
e)
Pengobatan penderita
epilepsi dihentikan setelah hilang serangan minimal 2-3 tahun. penghentian
pengobatan ini dihentikan secara bertahap dengan menurunkan dosis obat.
Obat-obat medikamentosa yang digunakan untuk pengobatan epilepsi
Nama obat
|
Dosis dan Cara Pemberian
|
Keterangan
|
1.
Golongan
Benzodiazepin
·
Diazepam
·
Klonazepam
·
Nitrazepam
2.
Asam Valproat
3.
Penghambat
karbonik anhidrase
4.
Golongan
Iminostilben
5.
Golongan
Hidantoin
6.
Golongan
Sugsinimid
7.
Golongan
Barbiturat
8.
Golongan
Oksazolidindion
|
0,4-0,6 mg/
kgBB/ hari
IV, oral, per-rectal
0,05-0,25 mg/ kgBB/ hari
0,1-0,25 mg/ kgBB/ hari
10-60 mg/ kgBB/ hari
15-25 mg/ kg BB/ hari
20-30 mg/ kgBB/ hari
5-10 mg/ kgBB/ hari
IV dan oral
250 mg/ hari
1-5 mg/ kgBB/ hari
IM dan oral
10-25 mg/kgBB/ hari
2x (300-600 mg) per-os
|
Obat ini diunakan untuk status epilepticus dan
serangan Petit Mal.
Efek samping dapat terjadi depresi pernapasan
Untuk Petit Mal
Efek samping : ataksia, gangguan kepribadian,
mengantuk.
Untuk
mioklonik
Efek
samping :letargi, ataksia, hipersekresi lendir saluran pernapasan.
Untuk
serangan Grand Mal, Petit Mal dan parsial kompleks.
Untuk
Grand Mal dan Petit Mal
Untuk serangan Grand Mal dan serangan Pasial
Efek samping : vertigo, ataksia, diplopia, mual,
muntah, dan mungkin alergi.
Untuk serangan Grand Mal dan serangan parsial.
Efek sampping : nistagmus, diplopia, ataksia, dan
vertigo.
Untuk Petit Mal
Untuk Grand Mal dan serangan parsial.
Efek samping : mengantuk dan depresi.
Untuk semua serangan epilepsi kecuali Petit Mal
Untuk serangan Petit Mal
Efek samping : mual, mengantuk,
erupsi kulit dan fotophobia.
|
b.
Mencegah dan menghindari
faktor pencetus :
2.
anxietas
3.
sinkop
4.
kerlipan cahaya yang
menyilaukan
5.
suara yang mengejutkan
6.
penggunaan alkohol yang
berlebihan
c.
Tindakan operatif
Tindakan ini dilakukan
misalnya pada penderita epilepsi dengan tumor serebri.
2.
Pengobatan psikososisal
Penderita epilepsi harus
diberikan motivasi bahwa dengan pengobatan yang optimal sebagian besar
penderita akan terbebas dari serangan. Dengan demikian maka penderita epilepsi
dapat bekerja dan bermasyarakat secara normal.
0 komentar:
Posting Komentar