A.
Definisi
Hirschprung
Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon
adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus,
dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak
laki – laki dari pada perempuan. (Arief Mansjoeer : 2000 ).
Hirschsprung atau Mega Colon adalah
penyakit yang tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak
adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Betz, Cecily &
Sowden : 2002).
Penyakit Hirscprung (megacolon anganglionik
congenital) adalah anomali congenital yang mengakibatkan obstruksi mekanik
karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus. ( Wong, 2003 )
Penyakit hirschprung adalah suatu
kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon
sampai usus halus ( Ngastiyah,2005:219)
Jadi megakolon atau hirschprung
adalah kelainan tidak adanya sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid, namun pada intinya sama yaitu penyakit yang disebabkan oleh
obstruksi mekanis yang disebabkan oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus
sehingga tidak ada evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi.
B. Klasifikasi Hirschprung
Penyakit Hirscprung tidak adanya sel
ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon.
Berdasarkan panjang segmen yang
terkena, dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1.
Penyakit Hirscprung segmen pendek
Segmen agangkionosis mulai dari anus
sampai sigmoid
2.
Penyakit Hirscprung segmen panjang
Kelainan dapat melebihi sigmoid,
bahkan dapat mengenai seluruh kolon atau usus halus. (Ngastiyah, 1997)
C. Etiologi
Penyebab dari Hirschprung yang
sebenarnya belum diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi
karena :
1.
Faktor genetik dan lingkungan,
sering terjadi pada anak dengan Down syndrom.
2.
Kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
sub mukosa dinding plexus.
3.
Aganglionis parasimpatis yang
disebabkan oleh lesi primer, sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik.
D. Patofisiologi
Congenital aganglionic Mega Colon
menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada
dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam
rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristaltik dan tidak adanya evakuasi usus
spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah
keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan
distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon.
(Cecily Betz & Sowden,
2002:196).
Berdasarkan
panjang segmen yang terkena dapat dibedakan 2 tipe yaitu :
1.
Penyakit Hischprung
segmen pendek
Segmen agangilonosis
mulai dari anus sampai sigmoid.
2.
Penyakit hischprung
segmen panjang
Daerah
agangilonosis dapat melebihi sigmoid malahan dapat mengenai seluruh kolon
sampai usus halus.
a.
Persarafan
parasimpatik colon didukung oleh ganglion. Persarafan parasimpatik yang tidak
sempurna pada bagian usus yang aganglionik mengakibatkan peristaltic abnormal
sehingga terjadi konstipasi dan obstruksi
b.
Tidak
adanya ganglion disebabkan kegagalan dalam migrasi sel ganglion selama
perkembangan embriologi. Karena sel ganglion tersebut bermigrasi pada bagian
kaudal saluran gastrointestinal ( rectum) kondisi ini akan memperluas hingga
proksimal dari anus.
c.
Semua
ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk control kontraksi dan
relaksasi peristaltic secara normal
d.
Penyempitan
pada lumen usus, tinja dan gas akan terkumpul dibagian proksimal dan terjadi
obstruksi dan menyebabkan di bagian colon tersebut melebar ( megacolon)
E.
Pathway
F.
Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir tidak bisa
mengeluarkan Meconium dalam 24 – 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas
mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi
abdomen. (Nelson, 2000 : 317).
Gejala Penyakit Hirshsprung adalah
obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan
gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntaah,
distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi
meconium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan
berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan
obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen dan demam. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan
tanda yang khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi
abdomen hebat dan diare berbau busuk
yang dapat berdarah.
( Nelson, 2002 : 317 ).
1.
Neonatal
a.
Kegagalan pengeluaran mekonium
(lebih dari 24 jam)
b.
Distensi abdomen
c.
Karena adanya obstruksi usus letak rendah
d.
Obstipasi
e.
Muntah yang berwarna hijau
2.
Infant
a.
Kegagalan dalam pertumbuhan berat
badan
b.
Konstipasi
c.
Distensi abdomen
d.
Adanya suatu periode diare dan
muntah
e.
Kadang muncul tanda enterokolitis
seperti diare, demam berdarah, letargi
3.
Childhood
a.
Konstipasi
b.
Fases berbau menyengat seperti
karbon
c.
Distensi abdomen
d.
Masa feses teraba
e.
Anak biasanya punya nafsu makan yang
buruk
G. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan colok anus
Pada pemeriksaan ini, jari akan
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan dihubungkan dengan keluarnya
udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
2.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Foto polos abdomen
Pada penyakit hirscprung neonatus
terlihat gambaran obstruksi usus pada letak rendah dan daerah pelvis terlihat
kosong tanpa udara.
b.
Foto enema barium
Pemeriksaan ini ditemukan :
1)
Darah transisi dengan perubahan dari
segmen sempit ke segmen dilatasi
2)
Gambaran kontraksi usus yang tidak
teratur di bagian yang menyempit
3)
Enterokolitis pada segmen yang
melebar
4)
Terdapat retensi barium setelah
24-28 jam
H. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
medis dan bedah
Bila diagnosis sudah ditegakkan,
pengobatan alternative adalah operasi berupa pengangkatan segmen usus
aganglion, diikuti dengan pengembalian kontinuitas usus. Tetapi bila belum
dapat dilakukan operasi biasanya merupakan tindakan sementara dipasang pipa
rectum, dengan atau tanpa dilakukan pembiasaan dengan air garam fisiologis
secara teratur.
Penatalaksaan operasi adalah untuk
memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi
dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter
ani internal.
Ada dua tahapan
dalam penatalaksanaan medis yaitu :
a.
Temporari
ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi
dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan
ukuran normalnya.
b.
Pembedahan
koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai
sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama ( Betz Cecily & Sowden 2002 : 98 )
Ada beberapa
prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave.
Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik
telah diubah ( Darmawan K 2004 : 37 ) \
2.
Penatalaksanaan
perawat
Perhatikan perawatan tergantung pada
umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode
neonatal, perhatikan utama antara lain :
a.
Membantu orang tua untuk mengetahui
adanya kelainan kongenital pada anak secara dini
b.
Membantu perkembangan ikatan antara
orang tua dan anak
c.
Mempersiapkan orang tua akan adanya
intervensi medis ( pembedahan )
d.
Mendampingi orang tua pada perawatan
colostomy setelah rencana pulang (FKUI, 2000:1135 )
I.
Pengkajian
yang Dapat Dilakukan
1.
Pengkajian Preoperatif
a.
Pemeriksaan fisik
1)
Abdomen
a)
Ukuran lingkaran abdomen
b)
Amati adanya distensi abdomen
c)
Dengarkan bising usus (4 kuadran)
d)
Perkusi abdomen
e)
Palpasi abdomen
f)
Amati riwayat konstipasi dan diare
b.
Kaji status nutrisi
1)
Timbang berat badan
2)
Amati adanya muntah
3)
Kaji kekuatan obat
c.
TTV
1)
Ukur suhu badan (umumnya terjadi
peningkatan)
2)
Ukur frekuensi pernafasan
(terjadinya takikardi dan dispnea)
3)
Ukur tekanan darah
4)
Ukur nadi (terjadi takikardi)
2.
Pengkajian pasca operasi
a.
Kaji integritas kulit meliputi
tekstur, warna, suhu, kulit
b.
Amati tanda-tanda infeksi
c.
Amati apakah ada kebocoran
anastomisis
d.
Amati pola eliminasi
J.
Diagnosa
yang Mungkin Muncul
1.
Pre operasi
a.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b.
Konstipasi berhubungan
dengan obstruksi karena aganglion pada usus
c.
Risiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
d.
Resiko kekurangan volume cairan b.d
muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
2.
Post Operasi
a.
Nyeri
berhubungan dengan insisi pembedahan
b.
Risiko infeksi
berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi
c.
Cemas keluarga berhubungan dengan
kurang pengetahuan keluarga mengenai pengobatan dan perawatan post operasi
K.
Intervensi
Pre operasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan dan Kriteria hasil
|
Intervensi
|
1
|
Pola nafas tidak efektif b.d
penurunan ekspansi paru
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 24 jam pola nafas berangsur efektif
NOC :
Respiratory Status
Kriteria
Hasil :
1.
Frekuensi pernafasan normal
2.
Ekspansi dada optimal dan simetris
3.
Bernafas mudah
4.
Keadaan inspirasi
|
Respiratory
Monitoring
1.
Monitor frekuensi, ritme dan
kedalaman pernafasan
2.
Catat pergerakan dada,
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan
3.
Monitor pola nafas seperti, bradipneu,
takipneu, hiperventilasi
4.
Auskultasi suara pernafasan
Oxygen
terapy
1.
Pertahankan jalan nafas yang paten
2.
Pertahankan posisi pasien dengan
kepala lebih tinggi
3.
Siapkan peralatan oksigenasi
4.
Monitor dan atur aliran oksigen
|
2
|
Konstipasi b.d defek persyarafan
terhadap aganglion usus
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 2 x 24 jam konstipasi berangsur teratasi
NOC :
Bowel Elimination
Kriteria
Hasil :
1.
Pola eliminasi dalam batas normal
2.
Warna feses dalam batas normal
3.
Bau feses tidak menyengat
4.
Konstipasi tidak terjadi
5.
Ada
peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
|
Bowel Irigation
1.
Tetapkan alasan tindakan
membersihkan saluran pencernaan
2.
Pilih pemberian enema yang tepat
3.
Jelaskan prosedur pada pasien
4.
Monitor efek samping dari tindakan
pengobatan
5.
Catat perkembangan baik
6.
Observasi tanda vital dan bising
usus setiap 2 jam sekali
7.
Observasi
pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
8.
Konsultasikan dengan dokter
rencana pembedahan
|
3
|
Resiko nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d mual muntah
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam mual muntah dapat teratasi sehingga resiko tidak
terjadi
NOC :
Status Nutrisi
Kriteria
Hasil :
1.
Berat badan pasien sesuai umur
2.
Stamina
3.
Tenaga
4.
Kekuatan menggenggam
5.
Penyembuhan jaringan
6.
Daya tahan tubuh
7.
Konjungtiva tidak anemis
8.
Pertumbuhan
|
Management
Nutrisi
1.
Kaji riwayat makanan yang biasa
dimakan dan kebiasaan makan
2.
Timbang berat badan
3.
Anjurkan ibu untuk tetap
memberikan asi rutin
4.
Kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Monitoring
Nutrisi
1.
Monitor turgor kulit
2.
Monitor mual dan muntah
3.
Monitor intake nutrisi
4.
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan anak
|
4
|
Resiko kekurangan volume cairan
b.d muntah dan pemasukan terbatas karena mual
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam resiko kekurangan cairan dapat diatasi
NOC :
Fluid balaKriteria Hasil :
1.
Keseimbangan intake dan out put 24
jam
2.
Berat badan stabil
3.
Mata tidak cekung
4.
Membran mukosa lembab
5.
Kelembaban kulit normal
|
NIC :
Fluid Management
1.
Timbang popok jika diperlukan
2.
Pertahankan intake dan output yang
akurat
3.
Monitor status hidrasi
4.
Monitor vital sign
5.
Kolaborasikan pemberian cairan IV
6.
Dorong masukan oral seperti ASI
|
Post Operasi
5
|
Nyeri b.d insisi pembedahan
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 4 x 24 jam nyeri berangsur teratasi
NOC :
Pain Level
Kriteria Hasil :
1.
Mengenali faktor dan penyebab
nyeri
2.
Menggunakan metode pencegahan
nyeri
3.
Mengenali gejala nyeri
|
NIC :
Pain Management
1.
Kaji secara komprehensif tentang
nyeri meliputi : lokasi , karakteristik dan onset, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2.
Observasi isyarat – isyarat non
verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi
secara efektif
3.
Gunakan komunikasi terapeutik agar
pasien dapat mengekspresikan nyeri
4.
Kontrol faktor – faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex :
temperatur ruangan , penyinaran)
5.
Ajarkan penggunaan teknik
nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi
bermain, terapi aktivitas)
Analgetik Administration
1.
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
2.
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis dan frekuensi
3.
Pilih analgetik yang diperlukan /
kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu.
4.
Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya nyeri.
|
6
|
Resiko infeksi b.d insisi luka
post operasi dan imunitas menurun
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dan luka
sembuh sempurna
NOC :
Imune
Status
Kriteria Hasil :
1.
Pasien bebas dari gejala infeksi
2.
Mengetahui proses penularan
penyakit
3.
Menunjukan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
4.
Menunjukan perilaku hidup sehat
|
NIC :
Infection Protection
1.
Monitor tanda gejala infeksi
sistemik dan lokal
2.
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
3.
Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas dan drainase
4.
Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
5.
Dorong masukan nutrisi yang cukup
6.
Anjurkan banyak istirahat
|
7
|
Cemas keluarga b.d kurang
pengetahuan keluarga mengenai pengobatan dan perawatan luka
|
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam, kecemsan keluarga berkurang dan termotivasi untuk
membentu merawat an Kagar cepat sembuh serta dapat merawat di rumah.
Kriteria
Hasil :
1.
Keluarga klien mampu mengungkapkan
kecemasan
2.
Keluarga klien mengungkapkan
keinginan belajar ikut merawat klien
3.
Keluarga klien memahami tujuan
pengobatan dan perawatan klien
4.
Keluarga klien mampu melakukan
perawatan dirumah.
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Berikan kesempatan keluarga klien
untuk mengungkapkan keinginan dan harapan
3.
Pertahankan kondisi senyaman
mungkin
4.
Berikan penjelasan mengenai
prosedur pengobatan, perawatan
5.
Berikan penjelasan, pelatihan
bagaimana perawatan klien dirumah dari perawatan kolostomi, menjaga
kebersihan, dan Diit tepat pada An K
|
Thank you for the cooperation you received, hopefully it will work properly.
BalasHapusMakanan Yang Dilarang Bagi Penderita TB Kelenjar
Gejala TB Kelenjar
I will never be bored to visit this one site.
BalasHapusObat Kanker Payudara Tanpa Operasi
Tanaman Obat Untuk Sembuhkan Sirosis Hati
Gejala Kadar Gula Darah Tinggi
Your article is truly amazing, hopefully it will progress.
BalasHapusobat radang tenggorokan
cara menyembuhkan asam urat
Such a diagnosis may explain the disorders of various types. Most often this occurs in children. We can update the information through the popular resorts.
BalasHapusIt's great to be able to share information with you
BalasHapustanaman obat tradisional radang rahim
manfaat jahe untuk infeksi usus besar
gejala dan komplikasi infeksi lambung