ASUHAN
KEPERAWATAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO)
Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan
oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan
jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Etiologi
1.Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn)
a.Gas
b.Cairan
c.Bahan padat (Solid)
2.Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)
3.Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4.Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Fase Luka Bakar
A.Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik.
B. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan:
1.Proses inflamasi dan infeksi.
2.Problempenuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
3.Keadaan hipermetabolisme.
C. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
A. Dalamnya luka bakar.
Kedalaman
|
Penyebab
|
Penampilan
|
Warna
|
Perasaan
|
Ketebalan
partial superfisial
(tingkat
I)
|
Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh
matahari).
|
Kering tidak ada gelembung.
Oedem minimal atau tidak ada.
Pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali
bila tekanan dilepas.
|
Bertambah
merah.
|
Nyeri
|
Lebih dalam dari ketebalan partial
(tingkat II)
- Superfisial
- Dalam
|
Kontak dengan bahan air atau bahan padat.
Jilatan api kepada pakaian.
Jilatan langsung kimiawi.
Sinar
ultra violet.
|
Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah
besar.
Pucat bial ditekan dengan ujung jari, bila tekanan
dilepas berisi kembali.
|
Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat,
pink, daerah merah coklat.
|
Sangat
nyeri
|
Ketebalan
sepenuhnya
(tingkat
III)
|
Kontak dengan bahan cair atau padat.
Nyala api.
Kimia.
Kontak dengan arus listrik.
|
Kering disertai kulit mengelupas.
Pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit
yang mengelupas.
Gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak
membesar.
Tidak
pucat bila ditekan.
|
Putih, kering, hitam, coklat tua.
Hitam.
Merah.
|
Tidak sakit, sedikit sakit.
Rambut mudah lepas bila dicabut.
|
B. Luas luka bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:
1) Kepala dan leher : 9%
2) Lengan masing-masing 9% : 18%
3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
4) Tungkai maisng-masing 18% : 36%
5) Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
C. Berat ringannya luka bakar
Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain :
1) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh.
2) Kedalaman luka bakar.
3) Anatomi lokasi luka bakar.
4) Umur klien.
5) Riwayat pengobatan yang lalu.
6) Trauma yang menyertai atau bersamaan.
PATOFISIOLOGIS
Luka bakar
mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan
protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat
berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock
Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik
tubuh trhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuiler
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler
melelui kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma
serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung
Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor edema
menyeluruh.
2. Respon Renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke
ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat
gagal ginjal
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan
aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon
hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas.
Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan
dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan
memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka.
Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Perubahan
|
Tingkatan
hipovolemik
(
s/d 48-72 jam pertama)
|
Tingkatan
diuretik
(12
jam – 18/24 jam pertama)
|
||
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
Mekanisme
|
Dampak
dari
|
|
Pergeseran
cairan ekstraseluler.
|
Vaskuler
ke insterstitial.
|
Hemokonsentrasi oedem pada lokasi luka bakar.
|
Interstitial
ke vaskuler.
|
Hemodilusi.
|
Fungsi
renal.
|
Aliran darah renal berkurang karena desakan darah turun
dan CO berkurang.
|
Oliguri.
|
Peningkatan aliran darah renal karena desakan darah
meningkat.
|
Diuresis.
|
Kadar
sodium/natrium.
|
Na+ direabsorbsi oleh ginjal, tapi
kehilangan Na+ melalui eksudat dan tertahan dalam cairan oedem.
|
Defisit
sodium.
|
Kehilangan Na+ melalui diuresis (normal
kembali setelah 1 minggu).
|
Defisit
sodium.
|
Kadar
potassium.
|
K+ dilepas sebagai akibat cidera jarinagn
sel-sel darah merah, K+ berkurang ekskresi karena fungsi renal
berkurang.
|
Hiperkalemi
|
K+ bergerak kembali ke dalam sel, K+
terbuang melalui diuresis (mulai 4-5 hari setelah luka bakar).
|
Hipokalemi.
|
Kadar
protein.
|
Kehilangan protein ke dalam jaringan akibat kenaikan
permeabilitas.
|
Hipoproteinemia.
|
Kehilangan protein waktu berlangsung terus katabolisme.
|
Hipoproteinemia.
|
Keseimbangan
nitrogen.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan protein dalam
jaringan, lebih banyak kehilangan dari masukan.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Katabolisme jaringan, kehilangan protein, immobilitas.
|
Keseimbangan
nitrogen negatif.
|
Keseimbnagan
asam basa.
|
Metabolisme anaerob karena perfusi jarinagn berkurang
peningkatan asam dari produk akhir, fungsi renal berkurang (menyebabkan
retensi produk akhir tertahan), kehilangan bikarbonas serum.
|
Asidosis
metabolik.
|
Kehilangan sodium bicarbonas melalui diuresis,
hipermetabolisme disertai peningkatan produk akhir metabolisme.
|
Asidosis
metabolik.
|
Respon
stres.
|
Terjadi karena trauma, peningkatan produksi cortison.
|
Aliran
darah renal berkurang.
|
Terjadi karena sifat cidera berlangsung lama dan
terancam psikologi pribadi.
|
Stres
karena luka.
|
Eritrosit
|
Terjadi karena panas, pecah menjadi fragil.
|
Luka
bakar termal.
|
Tidak terjadi pada hari-hari pertama.
|
Hemokonsentrasi.
|
Lambung.
|
Curling ulcer (ulkus pada gaster), perdarahan lambung,
nyeri.
|
Rangsangan central di hipotalamus dan peingkatan jumlah
cortison.
|
Akut dilatasi dan paralise usus.
|
Peningkatan
jumlah cortison.
|
Jantung.
|
MDF meningkat 2x lipat, merupakan glikoprotein yang
toxic yang dihasilkan oleh kulit yang terbakar.
|
Disfungsi
jantung.
|
Peningkatan
zat MDF (miokard depresant factor) sampai 26 unit, bertanggung jawab terhadap
syok spetic.
|
CO
menurun.
|
Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a) Udara panas à mukosa rusak à oedem à obstruksi.
b) Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin à iritasi à Bronkhokontriksi à obstruksi à gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler à hipovolemi relatif à syok à ATN à gagal ginjal.
B. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
C. Resusitasi cairan à Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVxT6O6ftVkxyoUwN28U7kXPCgyiGUntYyvBAKRPVBwyqEWT5b-CRquLIXPG2VDo4o8fyi4rE1lH8Yd6AJuzgxIiZu-_XxSvfMb67j4NLm0uxnzkpyTlKUDjxbXDi4HKI0Klj70fNClY0/s1600/cairan.jpg">
(Albumin 25% = gram x 4 cc) Ã 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
D. Monitor urine dan CVP.
E. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
F. Obat – obatan:
o Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang
Rencana
Intervensi
Diagnosa
Keperawatan
|
Rencana
Keperawatan
|
||
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
|
Resiko bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan obstruksi trakheobronkhial; oedema mukosa; kompressi jalan nafas .
|
Bersihan jalan nafas tetap efektif.
Kriteria Hasil : Bunyi nafas vesikuler, RR dalam batas normal,
bebas dispnoe/cyanosis.
|
Kaji
refleks gangguan/menelan; perhatikan pengaliran air liur, ketidakmampuan
menelan, serak, batuk mengi.
Awasi
frekuensi, irama, kedalaman pernafasan ; perhatikan adanya pucat/sianosis dan
sputum mengandung karbon atau merah muda.
Auskultasi
paru, perhatikan stridor, mengi/gemericik, penurunan bunyi nafas, batuk
rejan.
Perhatikan
adanya pucat atau warna buah ceri merah pada kulit yang cidera
Tinggikan
kepala tempat tidur. Hindari penggunaan bantal di bawah kepala, sesuai indikasi
Dorong
batuk/latihan nafas dalam dan perubahan posisi sering.
|
Dugaan
cedera inhalasi
Takipnea,
penggunaan otot bantu, sianosis dan perubahan sputum menunjukkan terjadi
distress pernafasan/edema paru dan kebutuhan intervensi medik.
Obstruksi
jalan nafas/distres pernafasan dapat terjadi sangat cepat atau lambat contoh
sampai 48 jam setelah terbakar.
Dugaan
adanya hipoksemia atau karbon monoksida.
Meningkatkan
ekspansi paru optimal/fungsi pernafasan. Bilakepala/leher terbakar, bantal
dapat menghambat pernafasan, menyebabkan nekrosis pada kartilago telinga yang
terbakar dan meningkatkan konstriktur leher.
|
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan Kehilangan cairan melalui rute abnormal. Peningkatan kebutuhan : status
hypermetabolik, ketidak cukupan pemasukan. Kehilangan perdarahan.
|
Pasien dapat mendemostrasikan status cairan dan
biokimia membaik.
Kriteria evaluasi: tak ada manifestasi dehidrasi,
resolusi oedema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran urine di atas
30 ml/jam.
|
Awasi tanda vital, CVP. Perhatikan kapiler dan kekuatan
nadi perifer.
Awasi pengeluaran urine dan berat jenisnya. Observasi
warna urine dan hemates sesuai indikasi.
Perkirakan drainase luka dan kehilangan yang tampak
Timbang berat badan setiap hari
Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari sesuai
indikas terjadi.
Tes guaiak muntahan warna kopi atau feses ter hitam.
Laporkan temuan-temuan positif.
Berikan antasida yag diresepkan atau antagonis reseptor
histamin seperti simetidin
|
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler.
Penggantian cairan dititrasi untuk meyakinkan rata-2
pengeluaran urine 30-50 cc/jam pada orang dewasa. Urine berwarna merah pada
kerusakan otot masif karena adanyadarah dan keluarnya mioglobin.
Peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein,
proses inflamasi dan kehilangan cairan melalui evaporasi mempengaruhi volume
sirkulasi dan pengeluaran urine.
Penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama
dan perubahan selanjutnya
Memperkirakan
luasnya oedema/perpindahan cairan yang mempengaruhi volume sirkulasi dan
pengeluaran urine.
Penyimpangan
pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan ketidak adequatnya volume
sirkulasi/penurunan perfusi serebral
Stres (Curling) ulcus terjadi pada setengah dari semua
pasien yang luka bakar berat(dapat terjadi pada awal minggu pertama).
|
Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
cedera inhalasi asap atau sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka
bakar sirkumfisial dari dada atau leher.
|
Pasien dapat mendemonstrasikan oksigenasi adekuat.
Kriteroia evaluasi: RR 12-24 x/mnt, warna kulit normal,
GDA dalam renatng normal, bunyi nafas bersih, tak ada kesulitan bernafas.
|
Pantau laporan GDA dan kadar karbon monoksida serum.
Beriakan suplemen oksigen pada tingkat yang ditentukan.
Pasang atau bantu dengan selang endotrakeal dan temaptkan pasien pada
ventilator mekanis sesuai pesanan bila terjadi insufisiensi pernafasan
(dibuktikan dnegna hipoksia, hiperkapnia, rales, takipnea dan perubahan sensorium).
Anjurkan pernafasan dalam dengan penggunaan spirometri
insentif setiap 2 jam selama tirah baring.
Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi tak ada.
Untuk luka bakar sekitar torakal, beritahu dokter bila
terjadi dispnea disertai dengan takipnea. Siapkan pasien untuk pembedahan
eskarotomi sesuai pesanan.
|
Mengidentifikasi kemajuan dan penyimpangan dari hasil
yang diharapkan. Inhalasi asap dapat merusak alveoli, mempengaruhi pertukaran
gas pada membran kapiler alveoli.
Suplemen oksigen meningkatkan jumlah oksigen yang
tersedia untuk jaringan. Ventilasi mekanik diperlukan untuk pernafasan
dukungan sampai pasie dapat dilakukan secara mandiri.
Pernafasan dalam mengembangkan alveoli, menurunkan
resiko atelektasis.
Memudahkan ventilasi dengan menurunkan tekanan abdomen
terhadap diafragma.
Luka bakar sekitar torakal dapat membatasi ekspansi
adda. Mengupas kulit (eskarotomi) memungkinkan ekspansi dada.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Carolyn, M.H. et. al. (1990). Critical Care Nursing. Fifth Edition. J.B. Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 752 – 779.
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.
Djohansjah, M. (1991). Pengelolaan Luka Bakar. Airlangga University Press. Surabaya.
Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan. Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). F.A. Davis Company. Philadelpia.
Donna D.Ignatavicius dan Michael, J. Bayne. (1991). Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach. W. B. Saunders Company. Philadelphia. Hal. 357 – 401.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
0 komentar:
Posting Komentar