ASKEP STROKE NON HEMORAGIK
A.
Pengertian
Stroke
Gangguan peredaran darah diotak
(GPDO) atau dikenal dengan CVA ( Cerebro Vaskuar Accident) adalah gangguan
fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat
timbul secara mendadak ( dalam beberapa detik) atau secara cepat ( dalam
beberapa jam ) dengan gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.(Harsono, 1996).
Cerebrovaskular accident atau stroke merupakan gangguan neurology yang disebabkan oleh
adanya gangguan pada peredaran darah di otak (Black, 1997).
Stroke atau
cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit
serebrovaskuler selama beberapa tahun. ( Smeltzer C. Suzanne, 2002 )
Dengan demikian stroke merupakan gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran
darah yang timbul secara mendadak dengan gejala atau tanda – tanda klinik
sesuai daerah yang terkena menurut fungsi syaraf tersebut.
B. Macam – macam Stroke
Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun
menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab selain daripada
gangguan vascular
Berdasarkan
etiologinya, stroke dibedakan menjadi :
1.
Stroke perdarahan atau strok hemoragik
Stroke hemoragik adalah disfungsi
neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al,
1994)
2.
Strok iskemik atau stroke non hemoragik
C. Stroke non Hemoragik
Stroke non hemoragik adalah sindroma
klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis
fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbul
kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik
(Arif Mansjoer, 2000, hlm. 17)
Stroke non hemoragik merupakan
proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130).
Dengan demikian stroke non hemoragik
didefinisikan adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan
perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau
kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh
darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
D. Anatomi Peredaran Darah Otak
Otak menerima
17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia
untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu
arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, kedua
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna
dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan
tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media.
Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan
bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri,
termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai
darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis
kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris,
arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini
bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons,
serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya
memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis,
aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan
dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang mengumpulkan darah
ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak di
permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
E. Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1.
Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak
).
Trombus yang lepas dan menyangkut di
pembuluh darah yang lebih distal disebut embolus.
2.
Embolisme cerebral ( bekuan darah
atau materi lain )
Embuli merupakan 5-15 % dari penyebeb stroke. Dari penelitian
epidemologi didapatkan bahwa sekitar 50 % dari semua serangan iskemik otak, apakah yang
permanen ataukah transien, diakibatkan
oleh komplikasi trombotik atau emobolitik dari
ateroma, yang merupakan kelainan dari erteri ukuran besar atau sedang, dan
sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra kranial dan
20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari gumpalan darah,
kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara, tumor, metastase bekteri, benda
asing.
3.
Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak).
(Smeltzer C. Suzanne,
2002).
F. Faktor Resiko
1.
Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko
stroke yang potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun
menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka
timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2.
Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan
dinding pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh
darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya akan
menyebabkan infark sel – sel otak.
3.
Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi
untuk menimbulkan stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan / sumbatan
aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel / jaringan
yang telah mati ke dalam aliran darah.
4.
Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam
darah, terutama low density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting
untuk terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kadar LDL
dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
5.
Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan
sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis,
6.
Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko
terjadinya penyakit jantung.
7.
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko
utama untuk terjadinya infark jantung.
8.
Kelainan pembuluh darah otak
Pembuluh darah otak yang tidak
normal pada suatu saat akan pecah dan menimbulkan perdarahan.
9.
Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral ( khususnya dengan
disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi )
10.
Penyalahgunaan obat ( kokain)
11.
Konsumsi alcohol
12.
Lain – lain, Lanjut usia, penyakit paru – paru
menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal
2131).
G. Manifestasi Klinis
Gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada
berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokalisasinya.
Gejala utama
gangguan peredaran darah otak iskemik akibat trombosis serebri ialah timbulnya
defisit neurologik secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun.
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, liquor
serebrospinalis jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.
Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang menunjukkan
infark/iskmik dan edema.
Gangguan
peredaran darah otak akibat emboli serebri didapatkan pada usia lebih muda,
mendadak dan pada waktu aktif. Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni
kelainan jantung atau ateroma yang terlepas. Kesadaran dapat menurun bila
embolus cukup besar. Likuor serebrospinalis adalah normal.
Pendarahan otak
dilayani oleh 2 sistem yaitu sistem karotis dan sistem vertebrobasilar.
Gangguan pada sistem karotis menyebabkan :
1.
Gangguan
penglihatan
2.
Gangguan bicara,
disfasia atau afasia
3.
Gangguan
motorik, hemiplegi/hemiparese kontralateral
4.
Ganguan
sensorik
Gangguan pada
sistem vertebrobasilar menyebabkan :
1.
Ganguan
penglihatan, pandangan kabur atau buta bila gangguan pada lobus oksipital
2.
Gangguan nervi
kranialais bila mengenai batang otak
3.
Gangguan
motorik
4.
Ganggguan koordinasi
5.
Drop attack
6.
Gangguan
sensorik
7.
Gangguan
kesadaran
Bila lesi di
kortikal, akan terjadi gejala klinik
seperti; afasia, gangguan sensorik kortikal, muka dan lengan lebih lumpuh atau
tungkai lebih lumpuh., eye deviation, hemipareses yang disertai kejang.
Bila lesi di
subkortikal, akan timbul tanda seperti;
muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, distonic posture, gangguan
sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai (tampak pada lesi di
talamus). Bila disertai hemiplegi, lesi pada kapsula interna
Bila lesi di
batang otak, gambaran klinis berupa:
hemiplegi alternans, tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris, gangguan menelan, deviasi lidah.
Bila topis di
medulla spinalis, akan timbul gejala seperti ; gangguan sensoris dan keringat sesuai tinggi lesi, gangguan miksi dan
defekasi.
H. Patofisiologi
Hipertensi kronik
menyebabkan pembuluh arteriola mengalami perubahan patologik pada dinding
pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian
arteria vertebro-basilar mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama .
Kenaikan darah yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara
mencolok dapat menginduksi pecahnya
pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah
tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika
volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala
klinik
Jika perdarahan
yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya dapat merasuk dan menyela
di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi
darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain
kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menebabkan menurunnya tekanan
perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen
vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan
perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 %
tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf
Misbach, 1999).
I.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan diagnostik
a.
CT scan (Computer Tomografi Scan) : Pembidaian ini
memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti. Hasil pemerikasaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang pemadatan terlihat di ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak.
b.
MRI (Magnatik Resonan Imaging) untuk menunjukkan area
yang mengalami infark, hemoragik.
c.
Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d.
Pemeriksaan foto thorax dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
e.
Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal.
f.
Elektro Encephalografi (EEG)
Mengidentifikasi masalah didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
2.
Pemeriksaan laboratorium
a.
Fungsi lumbal: Menunjukan adanya tekanan normal dan
cairan tidak mengandung darah atau jernih.
b.
Pemeriksaan darah rutin
c.
Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. (Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.)
d.
Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan
pada darah itu sendiri.
( DoengesE, Marilynn,2000 )
J.
Penatalaksanaan
1.
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan
faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a.
Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
1)
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan
pengisapan lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
2)
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b.
Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c.
Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai
kateter.
d.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus
dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
2.
Pengobatan
Konservatif
a.
Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS)
secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid,
papaverin intra arterial.
c.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan
untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah
ulserasi alteroma.
3.
Pengobatan
Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki
aliran darah serebral:
a.
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri
karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
b.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan
dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIK.
c.
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d.
Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada
aneurisma.
K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1.
Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3.
Gangguan persepsi sensori : perabaan
yang berhubungan dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
(Marilynn E. Doenges, 2000)
4.
Gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5.
Gangguan eliminasi alvi(konstipasi)
berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat (Donna D.
Ignativicius, 1995)
6.
Resiko gangguan nutrisi berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7.
Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8.
Resiko gangguan integritas kulit yang
berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9.
Resiko ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall
Carpenito, 1998)
10.
Gangguan eliminasi uri (inkontinensia
uri) yang berhubungan dengan penurunan sensasi, disfungsi kognitif,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna D. Ignatavicius, 1995)
Intervensi
Tanggal
|
No DX
|
Tujuan dan
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
14 juni
2012
|
1
|
Tujuan :
setelah dilakan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral berangsur
membaik
NOC :
Perfusi jaringan
Kriteria
Hasil :
1.
Warna kulit normal.
2.
Suhu kulit hangat.
3.
Kekuatan fungsi otot.
4.
Tidak ada nyeri pada ekstremitas.
|
1.
Cek nadi perifer pada dorsalis
pedis atau tibia posterior.
2.
Catat warna kulit dan temperatur suhu
3.
Jaga kehangatan atau suhu tubuh
4.
Kolaborasikan dengan dokter pemberian obat pelancar
peredaran darah
|
1.
Untuk mengetahui tingkat perkembangan klien sebagai
pengukur
2.
Untuk mengetahui sebagai pedoman pengukuran
3.
Untuk mencegah adanya komplikasi lebih lanjut misal
hipertermi
4.
Agar tidak ada sumbatan dalam pembuluh darah yang
dapat memperparah kondisi
|
14 juni
2012
|
2
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses keperawatan kondisi kurang nutrisi bisa berangsur
teratasi
NOC :
Nutritional Status
Kriteria
Hasil
1.
Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
2.
Peningkatan asupan makanan
terpenuhi
3.
Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
4.
Keluarga Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
5.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
|
NIC :
Nutritional management
1.
Kaji adanya alergi makanan
2.
Pasang NGT pada pasien
3.
Anjurkan pasien untuk meningkat
intake Fe
( berikan nutrisi
tinggi Fe )
4.
Tingkatkan intake protein
5.
Monitor Intake dan Output nutrisi
6.
Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
7.
Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Monitoring
Nutrisi
1.
Monitor turgor kulit
2.
Monitor intake nutrisi
3.
Monitor pertumbuhan dan perkembangan kondisi klien
|
1.
Untuk menghindari efek tak diinginkan
2.
Sebagai sarana memasukan makanan sumber nutrisi
3.
Untuk meningkatkan kualitas darah merah
4.
Untuk memperbaiki sel rusak sebagai nutrisi otot
juga
5.
Untuk menjaga status gizi
6.
Agar keluarga dan pasien kooperatif dan mendukung
tindakan
7.
Untuk menentukan diit tepat sehat untuk pasien
1.
Untuk mengetahui perkembangan
2.
Agar status nutrisi terjaga
3.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan
|
14 juni
2012
|
3
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 1 x 24 jam pola eliminasi urinaria dapat teratasi
Kriteria
Hasil :
1.
Eliminasi lancar
2.
Tidak berbau
3.
Warna urine normal
4.
Tidak ada gangguan penyerta, nyeri dll
|
1.
Siapkan pasien untuk pemasangan kateter
2.
Berikan asupan cairan seimbang
3.
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian cairan
parenteral infus
4.
Pasang NGT sebagai jalan masuk makanan, obat serta
minuman
|
1.
Agar mempermudah proses eliminasi karena
keterbatasan fisik klien
2.
Agar produksi urine lancar
3.
Untuk menjaga intake cairan adekuat dan tempet
perbolus injection
4.
Sebagai sarana memasukan makanan, minuman dan obat
|
14 juni
2012
|
4
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan 3 x 24 jam diharapkan pasienb dapat menunjukan peningkatan
mobilitas se optimal mungkin
NOC :
Mobility Level
Kriteria
Hasil :
1.
Keseimbangan penampilan
2.
Mengerti tujuan dan meningkatkan
mobilitas
3.
Memposisikan tubuh
4.
Gerakan otot
5.
Gerakan sendi
6.
Ambulansi jalan
7.
Ambulansi kursi roda
Ket Skala:
1 : Dibantu total
2 : Memerlukanbantuan
orang lain danalat
3 : Memerlukan orang
lain
4 : Dapat melakukan sendiri
dengan bantuan alat
5 : Mandiri
|
NIC :
Exercise Terapy
1.
Tempatkan pada tempat tidur yang aman
2.
Monitor TTV sebelum dan sesudah
latihan
3. Konsultasikan
dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai kebutuhan
4. Berikan
Range of Motion
5.
Lakukan tirah baring 2 jam sekali
6.
Ajarkan keluarga dan pasien
bagaimana cara merobah posisi
|
1. Untuk
mengurangi resiko cidera
2. Untuk
mengetahui kondisi klien
3. Untuk
memaksimalkan kerja motorik dan otot
4. Sebagai
terapi aktivitas fisik
5. Untuk
mencegah ulkus dekubitus
6. Untuk
memandirikan dan keluarga lebih mengerti
|
14 juni
2012
|
5
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses keperawatan 5 x 24 jam diharapkan komunikasi
berangsur membaik
KriteriaHasil
:
1.
Gunakan komunikasi dengan menggunakan
tulisan tangan.
2.
Gunakan bicara vokal.
3.
Gunakan foto dan gambar
4.
Gunakan kejelasan bicara.
5.
Gunakan bahasa nonverbal.
|
NIC :
Communication
Enhancement Speech derisit :
1. Minta
bantuan keluarga yang mengerti tentang pembicaraan pasien.
2. Gunakan
kata-kata yang sederhana dan kalimat pendek.
3. Berdiri
disamping pasien ketika bicara.
4. Gunakan
gerakan isyarat.
5. Berbicara
lebih keras di akhir kalimat.
6. Ajarkan
pasien dan motivasi untuk belajar berbicara
|
1.
Agar komunikasi jelas dan lancar
2.
Agar mudah dimengerti
3.
Agar lebih jelas pembicaraan diterima pasien
4.
Agar pasien mengerti
5.
Agar lebih perhatian
6.
Untuk meningkatkan verbal secara optimalnya
|
15 juni
2012
|
6
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pasien berangsur angsur
mampu dan dapat melakukan personal higine
NOC :
Self care : activity of daily
living
KriteriaHasil
:
1. Makan
secara mandiri
2. Berpakaian
terpenuhi
3. Mandi
terpenuhi
4. Kebersihan
terjaga
Keterangan Skala : 1 : Ketergantungan 2 : Membutuh kanbantuan orang lain dan alat 3 : Membutuh kanbantuan orang lain 4 : Mandiri dengan bantuan alat. 5 : Mandiri sepenuhnya |
NIC :
Self care
assistence
Intervensi :
1.
Monitor kebutuhan pasien untuk
personal hygiene termasuk makan. Mandi, berpakaian, toileting.
2.
Ajarkan keluarga untuk melakukan
personal higine pasien
3.
Mandirikan aktivitas rutin untuk perawatan
diri jika sudah mampu.
4.
Bantu pasien sampai pasien mampu
berdiri.
5.
Ajarkan kepada anggota keluarga untuk
peningkatan kemandirian
|
1. Untuk
mengetahui tingkat kemampuan dan kebutuhan klien
2.
Agar pasien tetap terjaga kebersihan dirinya
3.
Agar memandirikan pasien bisa dilatih
4. Upaya
peningkatan kemandirian
5.
Agar upaya meningkatkan kemandirian dalam higine
tercapai
|
15 juni
2012
|
7
|
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan pendidikan kesehatan 1 x 15 menit mengenai penyakit dan
pengobatan keluarga kooperatif dan mampu membantu merawat pasien
Kriteria
Hasil :
1.
Keluarga klien mampu mengungkapkan keingin tahuannya
2.
Keluarga klien mengungkapkan keinginan belajar ikut
merawat klien
3.
Keluarga klien memahami tujuan pengobatan dan
perawatan klien
4.
Keluarga klien mampu melakukan perawatan dirumah
|
1.
Bina hubungan saling percaya
2.
Berikan kesempatan keluarga klien untuk
mengungkapkan keinginan dan harapan
3.
Pertahankan kondisi senyaman mungkin
4.
Berikan penjelasan mengenai prosedur pengobatan,
perawatan
5.
Berikan penjelasan, pelatihan bagaimana perawatan
klien dirumah dari ROM, menjaga kebersihan, dan Diit tepat pada Ny W
|
1. Untuk
mendekatkan hubungan yang saling mendukung
2.
Agar kita tahu apa yang dibutuhkan pasien dan
keluarganya
3.
Untuk tercipta lingkungan yang nyaman agar lebih
mengena dalam mengajari keluarga
4.
Agar keluarga kooperatif dan mampu ikut serta
merawat pasien
5.
Agar keluarga klien mampu merawat klien baik dirumah
sakit dan di rumah saat pasien pulang.
|
0 komentar:
Posting Komentar