ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOMYELITIS
A. Defenisi
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang
lebih sulit disembuhkan daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya
asupan darah, respons jaringan terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan
dan pembentukan involukrum (pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan
tulang mati). Osteomeilitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Beberapa ahli
memberikan defenisi terhadap osteomyelitis sebagai berkut :
v Osteomyelitis
adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh
staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI,
1995).
v
Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
v
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah
yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
v
Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang
panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang
haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan
organisme lain dapat juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.
B. Etiologi
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat
resistensi rendah kemungkinan akibat trauma subklinis (tak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak
(mis. Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi
langsung tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang
(mis. Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang
nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien
yang menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat
terapi kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum
operasi sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang
menjalani pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.
C. Klasifikasi
Menurut
kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :
1. Osteomyelitis Primer à Kuman-kuman mencapai tulang secara
langsung melalui luka.
2. Osteomyelitis
Sekunder à Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui aliran darah dari suatu focus
primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan
osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
1.
Osteomyelitis akut
v Nyeri daerah lesi
v Demam, menggigil, malaise,
pembesaran kelenjar limfe regional
v Sering ada riwayat infeksi
sebelumnya atau ada luka
v Pembengkakan lokal
v Kemerahan
v Suhu raba hangat
v Gangguan fungsi
v Lab = anemia, leukositosis
2.
Osteomyelitis kronis
v Ada luka, bernanah, berbau
busuk, nyeri
v Gejala-gejala umum tidak
ada
v Gangguan fungsi
kadang-kadang kontraktur
v Lab = LED meningkat
Osteomyelitis
menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering
1. Staphylococcus (orang
dewasa)
2. Streplococcus (anak-anak)
3. Pneumococcus dan
Gonococcus
D. Insiden
Osteomyelitis
ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh usia bisa
saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini banyak
terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.
E. Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.
Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi
Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi
resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3
bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan
penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2)
terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama
(stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih
setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut,
mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan
dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses
infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih
sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang
terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada
rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah
mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh,
seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru
(involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses
penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan
abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
F.
Manifestasi Klinis
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering
terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi,
denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat
menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga
sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan
bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien
menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan
berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul.
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya
atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu
mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada
jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.
G. Evaluasi
Diagnostik
Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan
pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah
dekalsifikasi ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat
membantu diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan
leukosit dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses
diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan
periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x.
pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju
sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan
infeksi kronik. Abses ini dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan
terapi antibiotik yang tepat.
H. Pencegahan
Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi
lokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan
lunak pada mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan
perhatian terhadap lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan
insiden osteomielitis pascaoperasi.
Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang
memadai saat pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan
sangat membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan
insiden infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.
I.
Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk
mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan
rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan
aliran daerah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan
menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang,
infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai
pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi
staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin.
Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut
menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus
sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang
terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme
penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila
infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan
dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral,
jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi
antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen
dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan
salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan
ajuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan
involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang
harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi
cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang
terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati
(dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau
dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk
mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin
normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian
irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft
tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar,
rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot
(dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah
yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan
asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi
infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan
penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan
stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna
untuk mencegah terjadinya patah tulang.
PROSES
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
o Pasien
yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan, eritema,
demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan
demam sedang.
o Kaji
adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka
panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
o Pasien
selalu menghindar dari tekanan didaerah tersebut dan melakukan gerakan
perlindungan.
o Pada
osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik
infeksi.
o Pemeriksaan
fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat yang
nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan
umum akibat reaksi sistemik infeksi.
o Pasien
akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
o Pada
osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore
dan malam hari.
B.
Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa
keperawatan pasien dengan osteomielitis dapat meliputi yang berikut :
1.
Nyeri yang berhubungan
dengan inflamasi dan pembengkakan
2.
Kerusakan mobilitas
fisik yang berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan beban
berat badan
3.
Risiko terhadap
penyebaran infeksi, pembentukan abses tulang
4.
Kurang pengetahuan
mengenai program pengobatan
C.
Perencanaan dan
Implementasi
Sasaran, sasaran pasien
meliputi :
1.
Peredaan nyeri,
2.
Perbaikan mobilitas
fisik dalam batas-batas terapeutik,
3.
Kontrol dan eradikasi
infeksi dan
4.
Pemahaman mengenai
program pengobatan.
D.
Intervensi Keperawatan
1.
Peredaan nyeri
§ Imobilisasikan
bagian yang terkena dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
§ Sendi
diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih
dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut. Lukanya sendiri kadang
terasa sangat nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.
§ Tinggikan
bagian yang terkena untuk mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang
ditimbulkannya.
§ Pantau
status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.
§ Lakukan
teknik manajemen nyeri seperti massage, distraksi, relaksasi, hipnotik
untuk mengurangi persepsi nyeri dan
kolaborasi dengan medis untuk pemberian analgetik
2.
Perbaikan Mobilitas
Fisik.
ü Program
pengobatan dengan membatasi aktivitas.
ü Liindungi
tulang dengan alat imobilisasi dan hindarkan
stres pada tulang karena Tulang
menjadi lemah akibat proses infeksi.
ü Berikan
pemahaman tentang rasional pembatasan aktivitas.
ü Partisipasi
aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas fisik tetap dianjurkan untuk
mempertahankan rasa sehat secara umum.
3. Mengontrol Proses
Infeksi.
·
Pantau respons pasien terhadap terapi antibiotika.
· Observasi tempat pemasangan infus tentang adanya i
flebitis atau infiltrasi.
·
Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk
meyakinkan adanya peredaran darah Yang mewadai (pengisapan luka untak mencegah
penumpukan cairan, peninggian daerah untuk memperbaiki aliran balik vena,
menghindari tekanan pada daerah Yang di‑graft) untuk mempertahankan imobilitas
Yang dibutuhkan, dan untuk memenuhi pembatasan beban berat badan.
·
Pantau kesehatann urnum dan nutrisi pasien.
·
Berikan diet protein seirnbang, vitamin C dan vitamin D
dipilih untak meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan merangsang
penyembuhan.
4.
Pendidikan
Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah
Pasien harus dalam keadaan
stabil secara medis dan telah termotivasi, dan keluarga harus mendukung.
Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap promosi kesehatan dan sesuai
dengan program terapeutik.
Pasien dan keluarganya
harus memahami benar protokol antibiotika.
Ajarkan cara teknik
balutan secara steril dan teknik kompres hangat. Pendidikan pasien sebelum
pemulangan dari rurnah sakit dan supervisi serta dukungan Yang memadai dari
perawatan di rumah sangat penting dalam keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis
di rumah.
Pantau dengan cermat mengenai
bertambahnya daerah nyeri atau peningkatan suhu Yang mendadak. Pasien diminta.
untuk melakukan observasi dan melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluarnya
pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.
E.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan
1. Mengalami peredaan nyeri
a.
Melaporkan berkurangnya nyeri
b.
Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya Infeksi
c.
Tidak mengalarni ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas isik
a.
Berpartisipasi‑dalam aktivitas perawatan~diri
b.
Mempertahankan fungsi penuh ekstremitas Yang sehat
c.
Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu
dengan aman
3. Tiadanya infeksi
a.
Memakai antibiotika sesuai resep
b.
Suhu badan normal
c.
Tiadanya pembengkakan
d.
Tiadanya pus
e.
Angka leukosit dan laju endap darah kembali non‑nal
f.
Biakan darah negatif
4. Mematuhi rencana
terapeutik
a.
Memakai antibiotika sesuai resep
b.
Melindungi tulang yang lemah
c.
Memperlihatkan perawatan luka yang benar
d.
Melaporkan bila ada masalah segera
e.
Makan diet seimbang
dengan tinggi protein dan vitamin C dan D
f.
Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
g.
Melaporkan peningkatan kekuatan
h.
Tidak melaporkan peningkatan suhu badan atau kambuhan nyeri,
pembengkakan, atau gejala lain di tempat terrsebut.
0 komentar:
Posting Komentar